Ketika akal kalah dengan hawa nafsu

Mengapa kamu bisa melakukan dosa?

Hawa Nafsu

 berasal dari nafas/hembusan api neraka.

Ketika itu berhembus dari api, syahwat ikut terbawa ke pintu
neraka, tempat perhiasan dan kesenangan berada. Lalu, dia mendatangi nafsu.

Ketika Nafsu mendapatkan perhiasan dan kesenangan…

Dia bergolak hebat, akibat kesenangan dan perhiasan yang
diletakkan di sisinya dalam tempat itu.

Nafsu berupa angin panas. Dia lalu mengalir dalam urat-urat,
sehingga semua saluran darah terisi olehnya, dalam waktu lebih cepat daripada
kerdipan mata.

Saluran darah mengaliri seluruh tubuh dan kepala hingga
kaki. Jika angin panas itu sudah berembus di dalamnya… lalu. jiwa manusia
merasakan hembusannya dalam tubuh…

Kemudian, manusia itu merasa nikmat dan senang dengannya…

Itulah yang disebut dengan syahwat dan kenikmatannya.

Apabila nafsu, syahwat, dan kenikmatannya sudah menempati
seluruh tubuh… syahwat menyerang hati.

Apabila syahwat sudah demikian hebat, dia menguasai hati. Sehingga
hati nurani tertawan, takluk kepada syahwat.

Selanjutnya, syahwat dapat memainkannya.

Kekuatan hawa nafsu dan syahwat ada bersama jiwa dan
bertempat dalam perut, sedangkan kekuatan ma’rifat, akal, ilmu, pemahaman,
hafalan, dan fikiran berada di dada. Ma’rifat ditempatkan di kalbu, pemahaman
di fu’ad, akal di fikiran, dan hafalan juga menyertainya.

Syahwat diberi sebuah pintu, yang menghubungkan tempatnya ke
dada. Sehingga, debu/asap syahwat yang bersumber dari hawa nafsu, bergolak
sampai ke dada. Dia menyelubungi fu’ad dan kedua mata (batin/basirah) fu’ad
berada dalam asap itu. Asap tersebut adalah kebodohan.

Dia menghalangi mata fu’ad untuk melihat cahaya akal, yang
dipersiapkan baginya.

Demikian pula amarah ketika bergolak. Dia akan seperti awan
yang menutupi mata fu’ad, sehingga akal pun tertutup. Akal bertempat di otak
dan cahayanya memancar ke dada. Ketika awan amarah keluar dari rongga ke dada, dia
memenuhi dada dan menyelubungi mata fu’ad.

Karena cahaya akal terhalang, sementara awan menutupi fu’ad…
qolb/fu’ad orang kafir berada dalam gelapnya kekafiran. Itulah tutup yang Allah
sebutkan dalam Al-Quran:

Mereka berkata, “Hati kami tertutup.” (QS Al-Baqarah : 2)

Tapi, hati orang-orang kafir dalam kesesatan terhadap hal
ini. (QS Al-Mu’minun : 63)

Adapun fu’ad mukmin berada dalam asap syahwat dan awan
kesombongan. Inilah yang disebut kelalaian.

Dari kesombongan itulah, amarah berasal.

Kesombongan bertempat dalam jiwa. Ketika jiwa manusia
menyadari penciptaan Allah swt atasnya, kesombongan berada di dalamnya.

Inilah sifat lahiriah dan batiniah manusia.

Allah swt memilih dan memuliakan manusia yang bertauhid.

Dan setiap seribu orang, satu orang dipilih. Sementara
sembilan ratus sembilan puluh sembilan lainnya, tidak dipedulikan. Dia hanya
memerhatikan satu dari setiap seribu manusia. Dia mengawasi bagian kecil itu
pada Hari Penetapan dan menolak orang yang Dia abaikan. Sehingga, mereka tidak
mendapat bagian.

Ketika mengeluarkan keturunan (manusia) melalui sulbi, Dia
menjadikan mereka berbicara, Manusia yang diperhatikan Allah mengakui-Nya
secara sukarela saat Allah swt berfirman, “Bukankah Aku Tuhan kalian?” (QS
Al-A’raf:172).

Orang yang tidak mendapat bagian dan tidak mendapat
perhatian Allah swt menjawab, “Ya, Engkau Tuhan kami” dengan terpaksa.

Itulah makna firman Allah Swt: “Seluruh yang terdapat di
langit dan di bumi berserah diri kepada-Nya, baik dengan sukarela maupun
terpaksa.” (QS Al-Imran:83)

Dia menjadikan mereka dalam dua kelompok: kelompok kanan dan
kelompok kiri.

Allah Swt kemudian berfirman, “Sebagian mereka berada di
surga dan Aku tidak peduli. Aku tak peduli ampunan-Ku tercurah kepada mereka.
Sebagian lagi berada di neraka dan Aku pun tidak peduli. Aku tak peduli ke mana
kembalinya mereka.”

Dia lalu mengembalikan mereka ke sulbi Nabi Adam as.

Dia mengeluarkan mereka pada hari-hari di dunia, untuk
(memberi mereka kesempatan) melakukan amal dan menegakkan hujah. Manusia yang
telah dipilih dan dimuliakan Allah swt, kalbunya dicelup dalam air kasih
sayang-Nya sampai bersih.

Allah Swt. berfirman, “Itulah bantuan Allah, dan siapakah
yang lebih baik membantunya daripada Allah?!” (QS Al-Baqarah:138)

Dia kemudian menghidupkannya dengan cahaya kehidupan,
setelah sebelumnya dia hanya berupa segumpal daging.

Ketika dihidupkan dengan cahaya kehidupan, dia pun bergerak
dan membuka kedua mata di atas qolb/fu’ad.

Dia lalu diberi-Nya petunjuk dengan cahaya-Nya, yang tidak
lain adalah cahaya tauhid dan cahaya akal.

Ketika cahaya itu menetap di dadanya serta fu’ad, dan kalbu
merasa teguh dengannya. Dia pun mengenal Tuhannya.

Itulah maksud firman Allah Swt: “Dan apakah orang yang sudah
mati, kemudian dia Kami hidupkan…“ (QS Al-Baqarah:138). Yaitu, dihidupkan
dengan cahaya kehidupan.

Allah Swt. kemudian berfirman, “Lalu, Kami berikan untuknya
cahaya, yang dengan itu ia berjalan di tengah-tengah manusia.” (QS Al-An’am :
122). Yakni, cahaya tauhid.

Dengan cahaya itu, kalbunya menghadapkannya kepada Allah swt,
sehingga jiwa menjadi tenteram dan mengakui bahwa tiada Tuhan selain Dia.
Ketika itulah, lisan mengungkapkan ketenteraman jiwanya dan kesesuaiannya
dengan kalbu berupa ucapan: “laa ilaaha illaa Allah (tiada Tuhan selain
Allah).”

Itulah makna firman Allah Swt.: “Tidaklah jiwa seseorang
beriman kecuali dengan izin Allah” (QS Yunuus) dan firman-Nya: “Wahai jiwa yang
tenteram.” (QS Al-Fajr : 27)

Kala jiwa sudah merasa tenteram saat melihat perhiasan,
karena akal menghiasi mata fu’ad dengan tauhid…

Saat melihatnya, jiwa itu merasakan kenikmatan cinta Allah swt
yang meresap dalam kalbu, bersama cahaya tauhid.

Saat melihat perhiasan, ia merasakan kenikmatan cinta dalam
cahaya tauhid.

Ketika itulah, jiwa menjadi tenang dan senang kepada tauhid.
Dia bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah swt. Firman-Nya, menjadikan kalian
cinta kepada keimanan dan menjadikan iman indah dalam kalbu kalian.

Kala jiwa mendapatkan perhiasan itu, dia membenci kekufuran,
kefasikan, dan kemaksiatan.

Ketika seorang mukmin berbuat dosa, dia melakukan itu dengan
syahwat dan nafsunya. Padahal, dia membenci kefasikan dan kekufuran. Karena
benci, dia berbuat fasik dan bermaksiat dalam keadaan lalai. Dia sebenarnya tak
bermaksud kepada kefasikan dan kemaksiatan, seperti halnya iblis.

Kebencian itu tertanam dalam jiwa, namun syahwat menguasai
jiwa.

Kebencian itu ada, karena tauhid terdapat dalam dirinya.
Hanya saja, kalbu dikalahkan oleh sesuatu yang merasukinya…

Akal terhijab, dada dipenuhi asap syahwat, dan nafsu
menguasai kalbu.

Ini terjadi lantaran akal kalah, ma’rifat tersudut, dan
pikiran buntu. Sementara, hafalan dan akal terkurung dalam otak. Jiwa melakukan
dosa karena kekuatan syahwat, sementara musuh menghiasi, membangkitkan angan,
mengangan-angankan ampunan, serta mempertunjukkan taubat… sehingga hati berani
berbuat dosa.

——
Jelaslah semakin hilang akal seseorang.

Bila ia mutlak menuruti keinginannya.
Karena, kebanyakan keinginan itu.
Dalam prosesnya selalu menomor duakan akal.
Dan lebih mementingkan nafsu.
Itulah mengapa,
Perbedaan antara orang yang cerdas dapat diketahui.
Apakah ia cerdas tapi bodoh
Atau bodoh tapi cerdas
Ataukah bodoh tapi bodoh
Atau mungkin cerdas tapi lebih cerdas?

Semua tergantung pada pengendalian nafsu

Leave a Comment